Roger dan David Johnson (dalam Lie, 2002
: 30-36) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative
Learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran
gotong-royong harus diterapkan. Unsur-unsur tersebut antara lain sebagai
berikut:
1)
Saling Ketergatungan
Positif
Untuk menciptakan kelompok kerja yang
efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga anggota
kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai
tujuan mereka. Dalam metode jigsaw, Aronson menyarankan jumlah anggota kelompok
dibatasi sampai dengan empat orang saja dan keempat orang ini ditugaskan
membaca bagian yang berlainan. Keempat anggota ini lalu berkumpul dan bertukar
informasi. Selanjutnya pengajar akan mengevaluasi seluruh bagian. Dengan cara
ini, mau tidak mau setiap anggota merasa bertanggung jawab untuk menyelesaikan
tugasnya agar yang lain bisa berhasil.
Penilaian juga dilakukan dengan cara
yang unik. Setiap siswa mendapat nilainya sendiri dan nilai kelompok dibentuk
dari "sumbangan" setiap anggota. Untuk menjaga keadilan, setiap
anggota menyumbangkan poin di atas nilai rata-rata mereka. Misalnya nilai
rata-rata si A adalah 65 dan kali ini dia mendapat 72, maka dia akan
menyumbangkan 7 point untuk nilai kelompok mereka. Dengan demikian, setiap
siswa akan bisa mempunyai kesempatan untuk memberikan sumbangan. Beberapa siswa
yang kurang mampu tidak akan merasa minder terhadap teman-teman mereka karena
mereka juga memberikan sumbangan. Malahan mereka akan merasa terpacu untuk
meningkatkan usaha mereka dan dengan demikian menaikkan nilai mereka.
Sebaliknya siswa yang lebih pandai juga tidak akan merasa diragukan karena
temannya yang kurang mampu juga telah memberikan bagian sumbangan mereka.
2)
Tanggung Jawab
Perseorangan
Unsur ini merupakan akibat langsung dari
unsur pertama. Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model
pembelajaran Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab
untuk melakukan yang terbaik. Kunci keberhasilan metode kerja kelompok adalah
persiapan guru dalam penyusunan tugasnya.
3)
Tatap Muka
Setiap kelompok harus diberikan
kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan
memberikan para pembelajaran untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua
anggota. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya dari pada hasil pemikiran
dari satu kepala saja. Lebih jauh, hasil kerja sama ini jauh lebih besar dari
pada jumlah hasil masing-masing anggota.
Inti dari sinergi ini adalah menghargai
perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing anggota
kelompok dengan latar belakang pengalaman, keluarga, dan sosial ekonomi yang
berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini akan menjadi modal utama dalam
proses saling memperkaya antar anggota kelompok.
4)
Komunikasi Antar
Anggota
Unsur ini juga menghendaki agar para
pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi. Sebelum
menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara
berkomunikasi. Tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan
berbicara. Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para
anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan
pendapat mereka.
Ada kalanya pembelajar perlu diberitahu
secara eksplisit mengenai cara-cara berkomunikasi secara efektif seperti
bagaimana caranya menyanggah pendapat orang lain tanpa harus menyinggung
perasaan orang tersebut.
5)
Evaluasi Proses
Kelompok
Pengajar perlu
menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja
kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan
lebih efektif. Waktu evaluasi ini tidak perlu diajarkan setiap kali ada kerja
kelompok, melainkan bisa diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa kali
siswa terlibat dalam kegiatan pembelajaran Cooperative Learning.